Ada yang menyatakan tengger ini adalah dari asal kisah
dewa rara anteng dan jaka seger , ada yang menyebut tengger ini adalah ajaran
perilaku jujur dan teguh pendirian adapula yang mengatakan tengger itu adalah
gunung gaess. Tetapi masyarakat bromo tengger ini lebih sering meyebut dirinya
wong tengger atau wong bromo gaess. Cara sembahyang disana seperti ciri-ciri
agama kapitayan yaitu kepercayaan agama jawa kuna. Agama asli orang Tengger
kemungkinan adalah sejenis campuran agama hindu-buddha zaman Majapahit dengan
beberapa elemen pemujaan kepada leluhur, berbeda dengan agama Hindu Dharma dari
Bali. Agama mereka disebut hinda jawa atau buda tengger,
untuk membedakan dengan agama buda jawa (kejawen) .
Ada catatan sekitar tahun 1970an, orang Tengger
terpaksa menganut agama resmi yang diakui pemerintah untuk menghindari tuduhan
sebagai pendukungpki. Sebagian besar pemimpin adat (dukun
pandhita) menyerukan untuk menganut agama hindu dharma dari Bali (yang pada
waktu itu lebih dulu mendapat pengakuan resmi dari pemerintah) karena melihat
kemiripan dalam tata cara peribadatan. Namun, dukun pandhita desa Ngadas di
Kabupaten Malang,
menolak keputusan itu. Penduduk desa tersebut kemudian menganut agama buddha.
Sebagian lagi menganut Islam atau kristen, terutama penduduk di lereng bawah.
Beberapa desa tersebut telah sama sekali meninggalkan tradisi Tengger sehingga
terlihat tidak berbeda lagi dengan penduduk suku Jawa kebanyakan. Namun, desa
Wonokerto di Probolinggo tetap hidup dengan cara
Tengger, walaupun terbatas hanya pada interaksi sehari-hari. Orang-orang suku
Tengger dikenal taat dengan aturan dan agama hindu . Meskipun telah
menganut agama Hindu Dharma, tetapi tradisi-tradisi sebelumnya tetap
dilaksanakan. 
Cerita kisah kasih dewi rara anteng dan raden joko
seger ini sering dikaitkan dengan cerita seputar kerajaab najapahit. Penduduk
suku Tengger diyakini merupakan keturunan langsung dari kerajaan  Majapahit. Kisah yang menceritakan
bahwa Rara Anteng adalah putri Raja Brawijaya V dari majapahit. Putri tersebut
lari ke pegunungan Tengger setelah kehancuran Majapahit. Di Tengger, dia
diangkat anak oleh salah seorang pandhita yang bernama Resi Dadap Putih.
Sementara Jaka Seger adalah seorang pemuda dari Kediri yang mencari pamannya di
pegunungan Tengger. Mereka berdua bertemu lalu membentuk keluarga yang akan
menurunkan penduduk Tengger. Perasaan sebagai satu saudara dan satu keturunan
Rara Anteng-Jaka Seger inilah yang menyebabkan suku Tengger tidak menerapkan
sistem kasta dalam kehidupan sehari-hari.
Wong Tengger mempunyai keyakinan bahwa bromo atau Gunung Brahma dipercaya sebagai
gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara  Kasodoan. Upacara ini bertempat di
sebuah pura yang
berada di bawah kaki Gunung Bromo utara yakni Pura Luhur Poten Bromo dan
dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Sebelum didirikan pura di tempat tersebut
hanyalah pelataran dari semen, tempat seluruh dukun pandhita se-Tengger
melakukan Upacara Kasadha. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari
setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 pada bulan kasada (keduabelas)
menurut tanggalan tengger.






Komentar