Rabu, 26 Februari 2020

Orang Jawa punya adat ketika membangun rumahnya


 
Kebutuhan rumah (papan) merupakan salah satu dari tiga kebutuhan primer manusia, kebutuhan primer lainnya adalah sandang dan pangan. Dalam salah satu pepatah mengatakan bahwa Home sweet home atau Rumahku adalah Istanaku, oleh sebab itu sekiranya perlu memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rezeki. Rumah atau omah dalam bahasa Jawa mempunyai arti tempat tinggal. Dalam pandangan orang Jawa rumah bukan sekadar tempat tinggal, bernaung atau berkumpulnya keluarga. Rumah yang juga disebut wisma merupakan simbol harkat, martabat dan juga kesempurnaan terutama bagi laki-laki.

Rumah dalam masyarakat Jawa merupakan bangunan yang diumpamakan pohon dengan bagian-bagiannya yang saling terkait dukung mendukung dan membutuhkan. Rumah tanpa pendapa bagaikan pohon tanpa batang. Rumah tanpa dapur diumpamakan rumah tanpa buah, tidak ada yang diharapkan. Rumah tanpa kandang diumpamakan pohon tanpa daun, tidak bisa untuk berteduh. Rumah tanpa gapura/tempat berdoa diumpamakan pohon. Rasa syukur ini dalam adat Jawa membangun rumah di wujudkan dalam bentuk upacara adat munggah molo, salah satu tradisi Jawa atau tradisi nenek moyang yang dalam era millenium ini menjadi salah satu khasanah budaya yang ada di nusantara ini.



Tradisi ini dilakukan ketika seseorang dalam proses membangun rumah, lebih tepat waktunya ketika menaikkan kerangka atap rumah (Molo) untuk penyangga genteng. Prosesi adat Munggah Molo ini, rincian acara adat ini dilaksanakan ketika pagi hari dengan berbagai syarat yang tersaji atau dalam adat jawa disebut sesajen (sesaji) yang semuanya memiliki filosofi tersendiri di antara sesaji tersebut; Gedhang setandan (pisang yang banyak) dimaksudkan agar terbinalah kekompakan dan harmonisasi diantara keluarga dan masyarakat sekitar. Tebu yang di cabut dari pangkalnya bermaksud agar keluarga beristiqamah dalam melakukan kebaikan layaknya pangkal tebu yang tegak menopang batang tebu, seuwit Pari (satu ikat padi kuning) dimaksudkan agar keluarga dapat menggapai kejayaan dan kemakmuran akan tetapi semakin jaya semakin menunduk (tawadhu') tidak sombong, kelapa melambangkan agar keluarga menjadi kuat dan dapat bermanfaat untuk sesama (rahmatan lil 'alamin), bendera merah putih menandakan nasionalisme, koin (uang receh) sebagai modal untuk usaha, jajan pasar sebagai panjatan rasa syukur.



Disamping itu juga ada pakaian keluarga menandakan keluarga harus selalu menjaga akhlaqul karimah dengan menutup aurat, kendi , pakumas (paku warna emas), kayu salam dan daun salam mengharapkan keselamatan dari Allah SWT, payung agar tuhan semesta alam dapat melindungi dengan rahmat Nya. Setelah syarat-syarat tersebut sudah ada kemuadian keluarga memanggil tokoh agama untuk mendo'akan dan memimpin prosesi adat tersebut, dan diakhiri makan bersama para tukang bangunan dan masyarakat sekitar.

Itulah tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat sekitar jember bagian selatan seperti ambulu , wuluhan dan di beberapa daerah jember lainnya. Adat tradisi ini bukan berarti melenceng dari ajaran Islam,  sejatinya ini adalah ungkapan rasa syukur kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAWatas nikmat dan karunianya. Tradisi ini sebagai wujud nyata akulturasi Jawa dan Islam yang telah ada sejak dahulu. Semoga tradisi ini selalu dilestarikan dan berlanjut meskipun di era globalisasidan masa datang. Sehingga tradisi ini masih menjadi milik anak cucu orang Jawa khususnya dan Nusantara pada umumnya.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

pondasi adalah kekuatan penyangga
atap adalah naungan terhadap serangan dari luar
seisi rumah adalah energi yang sinergis

Unknown mengatakan...

syarat orang jawa mbangun rumah