Dulu ada perempuan istimewa yang bernama Sri Gambyong,
seorang penari asal Surakarta yang mengangkat derajat tarian rakyat ini ke
istana Kasunanan Surakarta di era Paku Buwono IV. Dalam membawakan tarian
tayub, penampilan Sri Gambyong sangat memukau berbeda dengan penari-penari
tayub pada umumnya. Tayub atau
tledhek sudah menjadi kesenian rakyat untuk menghormati dewi sri atau dewi
kesuburan, dengan tema pergaulan gaess, tarian rakyat tersebut dihaluskan dan
dipopulerkan oleh seniman Nyi Bei Mardusari agar lebih sesuai untuk pertunjukan
di istana.
Keluwesan penari Sri gambyong ini menjadi bahan pembicaraan masyarakat di wilayah Keraton Surakarta dan sampai terdengar hingga ketelinga Raja. Lalu pihak Keraton Surakarta mengundang Sri Gambyong untuk menyajikan tarian di hadapan Sang Raja dan lingkungan istana. Setelah itu diceritakan Raja menginginkan tarian Sri Gambyong tersebut diadopsi dan dipoles lagi hingga menjadi bentuk bakunya. Sejarah tari Gambyong mulai ditampilkan di lingkungan Istana Mangkunegaran pada era tahun 1916-1944, setelah digarap oleh penata tari keraton yaitu KRTM Wreksadiningrat pada masa Pakubuwana IX agar dapat secara rutin dipertunjukkan di kalangan bangsawan istana sebagai tari penyambutan tamu.
Tetapi kesenian rakyat tetap saja menjadi milik rakyat, karena sudah menjadi bagian dari adat tradisi mereka gaess, makanya tari gambyong bisa lestari karena kerap ditarikan baik diistana juga di acara-acara hajatan di tradisi rakyat. Kisah tari gambyong memberikan pesan, setegas apapun sekeras apapun raja sebagai penguasa memimpin pemerintahan , pemahaman dan sentuhan seni budaya akan sangat bermanfaat bagi rakyatnya. Seni membikin hidup lebih indah dan ilmu membikin hidup menjadi mudah gaess, gimana setuju nggak kamu gaess.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar