Sementara ini masih ada lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta yang peduli pada proses pemajuan kebudayaan misalnya lembaga pendidikan seperti kampus dan sekolah-sekolah itupun sangat minim mengalokasikan anggarannya dari sekian anggaran hanya lima persen pun kadang masih dicuteti. Mungkin terikat aturan dan nomenklatur yang bikin kurang bisa leluasa, ya direvisilah atau dibuatkan aturan yang lebih punya kapasitas untuk mendukung kebudayaan. Mungkin dipikirnya kebudayaan itu hanya candi, jaranan,tari , musik, kepercayaan, reyog ketahuilah itu hanya unsur-unsur kebudayaan, yang juga penting dipikirkan adalah pengembangan manusianya agar tetap menjadi manusia. Bila nggak ada yang peduli manusia akan terpinggirkan akibatnya akan menjadi perusak kebudayaan. Sudah nngak ikut membangun malah berpeluang menjadi sponsor kerusakan.
Para penggerak kebudayaan justru merasakan bahwa pihak swastalah yang masih care pada kegiatan yang mendukung pemajuan kebudayaan misalnya event-event kesenian, pengembangan karya bahkan menjadi kolektor, hibah seni hingga pada sponsor beasiswa. Herannya kok bisa pemerintah kalah responsif dengan pihak-pihak swasta. Mungkin kemampuan berpikir dan pengembangan sumberdaya manusianya lebih maju pihak swasta sehingga nyampek juga mereka berpikir tentang pengembangan kebudayaan tapi minimal kepedulianlah baik pada subyek maupun obyek pemajuan kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar