Senin, 27 Juni 2022

gerabah belum ditinggalkan

 

 

Seni kerajinan gerabah masih berkembang di beberapa daerah di Indonesia, terutama di pedesaan. Teknik pembuatannya juga masih sederhana dan tradisional seperti bikin lempeng, teknik pijat tangan, teknik pilin, dan teknik putar mungkin belum ada yang melirik lebih dalam prespektif bisnisnya. Sementara ini banyak dari pembuatan gerabah ini adalah untuk memenuhi keperluan masyarakat sehari-hari, yaitu benda-benda kebutuhan ritual, kuliner, ada yang butuh unik dan praktis karena bukan sampah plastik. Sehingga masih banyak masyarakat yang membeli untuk kebutuhan dapurnya atau mengkoleksi barang-barang antik dari gerabah yang unik.

Gerabah diperkirakan telah diproduksi oleh manusia sejak masa prasejarah, tepatnya setelah hidup menetap dan mulai bercocok tanam. Fase berikutnya adalah meramu makanan makanya situs-situs arkeologi di Indonesia, ditemukan banyak gerabah yang berfungsi sebagai perkakas rumah tangga atau keperluan religius seperti upacara dan penguburan. Gerabah dengan bahan tanah liat secara sederhana dibentuk menggunakan tangan, yang berciri adonan kasar dan bagian pecahannya dipenuhi oleh jejak sidik jari, selain itu bentuknya kadang tidak simetris mungkin pada saat itu yang penting fungsinya belum pada estetikanya. Tahukah kamu bahwa tanah liat itu titik panasnya tak berbatas, jadi dipanaskan seperti apapun gerabah tidak akan meleleh. Bisa jadi sangat cocok untuk kebutuhan meramu maskan, menyimpan rempah-rempah, menyimpan hasil bumi sebagai tempat persediaan air dan lainya.

Kalau tidak dibutuhkan lagi di era ini kenapa para pengrajin masih berproduksi terus, gerabah yang biasa dan polos dari babatan wuluhan jember ini untuk memenuhi pesanan pengusaha kuliner di bali terutama untuk kebutuhan masakan khas ayam betutu mereka butuh kendil atau kuali kecil. Disampin pesanan damar kambang biasanya untuk kepentingan ritual keagamaan dan artistik di hotel atau spa disana.


 

Tidak ada komentar: