Berdasar beberapa informasi dan literatur, keberadaan perempuan Bali kuno ini banyak
yang tidak menggunakan penutup dada atau bra , sempat bikin heboh berita di negeri
ini. Hingga sampai terdengar ke telinga wisatawan mancanegara. Dulu sampai
pernah ada istilah bahwa Pulau Dewata terkenal dengan perempuan tidak
mengenakan bra. Fakta yang mungkin bisa menceritakan sejarah ini terlihat dari
beberapa lukisan Antonio Blanco. Saat dimana, pelukis berdarah Spanyol ini
sering melukis dengan obyek lukisan gadis bali tanpa bra, mungkin karena beliau
cukup lama tinggal di Bali. Dari beberapa lukisan yang dia tuangkan, banyak
yang mengekspresikan citra kejujuran polos alami perempuan dalam wujud seperti goresan keindahan dalam kanvasnya.
Lukisan perempuan tidak mengenakan bra, jika diperhatikan
lukisan tersebut memperlihatkan bahwa perempuan Bali yang tidak mengenakan bra
tetap memiliki payudara yang kencang. Kencangnya payudara perempuan bali
mungkin karena , kebiasan masyarakat meyunggi atau membawa barang di atas
kepala adalah kunci utamanya. Kebiasaan berpakaian adat dan membawa sesaji ini merupakan bagian dari kepercayaan
agama Hindu di Bali. Dan terutama peempuan, saking seringnya mereka sembahyang dan membawa sesaji
bakal sesembahan. Sesembahan yang dipakai untuk sembahyang biasanya dibawa
dengan meletakkannya di atas kepala. Beban yang ditumpu kepala ini lah yang
kemudian membuat badan dan leher harus presisi ibaratnya tegak lurus agar
barang diatas kepalanya tidak jatuh , sehingga dada membusung leher tegak dan
kadang-kadang masih harus sesekali dibantu tangan menjaga sesaji dikepalanya
tetap aman bisa jadi berakibat payudara perempuan bali menjadi kencang secara
alami.
Pakaian adat yang fungsinya banyak digunakan untuk
acara keagamaan, perempuan Bali kuno kira-kira pada pertengahan abad pertengahan
duapuluhan pakaian pakaian adat wanita Bali tak mengenal penutup dada. Hal
tersebut bukan suatu hal yang asal diterapkan, kesengajaan wanita Bali
bertelanjang dada memiliki arti khusus secara kultural sebagai ekspresi
kejujuran dimana wanita Bali dapat menjaga apa yang dimilikinya. Tetapi sejak
akhir abad duapuluhan sudah mulai jarang perempuan bali yang bertelanjang dada, mereka berpakaian hingga kini meski dirumah dan ketika acara ritual keagamaan mereka memakai payas
pakaian adat bali. Harus bijak menyikapi tradisi, jadi tidak ada alasan untuk tidak mencintai dan merawat
tradisi nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar