Jumat, 01 Juli 2022

ekspresi kejujuran kini sudah harus ditutup


 

Berdasar beberapa informasi dan  literatur, keberadaan perempuan Bali kuno ini banyak yang tidak menggunakan penutup dada atau bra , sempat bikin heboh berita di negeri ini. Hingga sampai terdengar ke telinga wisatawan mancanegara. Dulu sampai pernah ada istilah bahwa Pulau Dewata terkenal dengan perempuan tidak mengenakan bra. Fakta yang mungkin bisa menceritakan sejarah ini terlihat dari beberapa lukisan Antonio Blanco. Saat dimana, pelukis berdarah Spanyol ini sering melukis dengan obyek lukisan gadis bali tanpa bra, mungkin karena beliau cukup lama tinggal di Bali. Dari beberapa lukisan yang dia tuangkan, banyak yang mengekspresikan citra kejujuran polos alami perempuan dalam wujud seperti goresan keindahan dalam kanvasnya.

Lukisan perempuan tidak mengenakan bra, jika diperhatikan lukisan tersebut memperlihatkan bahwa perempuan Bali yang tidak mengenakan bra tetap memiliki payudara yang kencang. Kencangnya payudara perempuan bali mungkin karena , kebiasan masyarakat meyunggi atau membawa barang di atas kepala adalah kunci utamanya. Kebiasaan berpakaian adat dan membawa sesaji ini merupakan bagian dari kepercayaan agama Hindu di Bali. Dan terutama peempuan, saking seringnya mereka sembahyang dan membawa sesaji bakal sesembahan. Sesembahan yang dipakai untuk sembahyang biasanya dibawa dengan meletakkannya di atas kepala. Beban yang ditumpu kepala ini lah yang kemudian membuat badan dan leher harus presisi ibaratnya tegak lurus agar barang diatas kepalanya tidak jatuh , sehingga dada membusung leher tegak dan kadang-kadang masih harus sesekali dibantu tangan menjaga sesaji dikepalanya tetap aman bisa jadi berakibat payudara perempuan bali menjadi kencang secara alami.

Pakaian adat  yang fungsinya banyak digunakan untuk acara keagamaan, perempuan Bali kuno kira-kira pada pertengahan abad pertengahan duapuluhan pakaian pakaian adat wanita Bali tak mengenal penutup dada. Hal tersebut bukan suatu hal yang asal diterapkan, kesengajaan wanita Bali bertelanjang dada memiliki arti khusus secara kultural sebagai ekspresi kejujuran dimana wanita Bali dapat menjaga apa yang dimilikinya. Tetapi sejak akhir abad duapuluhan sudah mulai jarang perempuan bali yang bertelanjang dada, mereka berpakaian hingga kini meski dirumah dan ketika  acara ritual keagamaan mereka memakai payas pakaian adat bali. Harus bijak menyikapi tradisi, jadi tidak ada alasan untuk tidak mencintai dan merawat tradisi nusantara.



 

Tidak ada komentar: