Menurut A. Streenbrink seorang orientalis dari Belanda yang
pernah bermukim di Indonesia, masyarakat Jawa terbagi menjadi dua kelompok yang
dia sebut dengan official dan folk religion. Kelompok pertama adalah orang muslim
yang taat menjalankan perintah agama dan menjauhi larangannya. Sementara yang
kedua, merupakan orang-orang yang mengakui dirinya muslim tetapi tetap menjaga
tradisi kepercayaan lokal. Hal ini senada dengan klasifikasi keberagamaan Jawa
yang dikemukakan Clifford Geertz seorang antropolog Amerika yang pernah melakukan
penelitian di Pare. Dia mengelompokkan masyarakat menjadi tiga kelompok yaitu
abangan, santri, dan priyayi ini sisi pandang peneliti terhadap hubungan
kemasyarakatan di jawa timur padahal jika diurutkan sejarah pare jawa timur
pengaruh majapahit sangat kuat . Wilayah sekitar pare kediri yang juga pernah sebelumnya dipimpin oleh raja erlangga. Sehingga kasta dan penggunaan bahasa tidak
terlalu banyak tingkatannya, tidak seperti kerajaan mataraman.
Kajian sinkretis semacam ini melihat adanya suatu paduan
antara agama dan budaya. Keduanya telah bersintesa menjadi satu entitas tunggal
yang sulit untuk diurai kembali. Islam Jawa dalam pandangan seperti ini tampil
sebagai Islam yang menyerap tradisi. Dalam tradisi Islam Jawa terdapat sebuah
pandangan tentang sakralitas. Seringkali penghormatan atas sesuatu yang sakral
ini memunculkan banyak rupa, salah satunya melahirkan ragam budaya. Pandangan
semacam ini sangat umum, bukan hanya Ratu Kidul atau Nyai Roro Kidul, tetapi
ada juga tokoh lain yang melegenda yaitu Nyi Blorong. Biasanya ritual yang
dijalankan akan berlangsung secara meriah semua ikut merayakan. Acara sedekah laut selain meriah
juga sakral, kesakralan itu sebenarnya ungkapan rasa syukur dan penghormatan
terhadap penguasa lautan. Apalagi masyarakat yang hidup di sekitar pantai
memang seringkali menggantungkan hidup dengan lingkungan alamnya. Hal ini bisa
dilihat dalam mata pencaharian nelayan yang hidupnya digantungkan dalam proses
mencari ikan dilaut. Bermohon dan doa keselamatan dalam melakukan pekerjaan dan
selalu berada dalam kelancaran rejekinya menjadi pengamalan kognisi bersama,
jadi buka hanya profan semata tetapi sudah menjadi tradisi masyarakatnya. Bagi mereka
keyakinan seperti ini sangat wajar, sebagai bangsa yang bisa menghargai
perbedaan keyakinan lain inilah kebhinekaan indonesia. mungkin beginilah cara mereka merawat tradisi nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar