Rabu, 13 Juli 2022

suka banget lihat kesenian tabutaan

 

 

Cerita tentang adanya kesenian Tabutaan di jember bagian utara dan populer dimasyarakat termasuk di situ ada dua  kecamatan yang berpotensi yaitu arjasa dan  jelbuk menjadi kesenian mereka. Di dua kecamatan ini banyak terdapat peninggalan pra sejarahnya. Sejarah lisanya terjadi krisis paceklik atau laep dalam bahasa madura akibat hama yang melanda selama beberapa tahun terus menerus. Masyarakat Desa Kamal jengkel dan membuat orang-orangan buta raksasa untuk menakut-nakuti hama tadi katanya babi hutan mungkin karena habitatnya terganggu akibat perambahan hutan untuk pemukiman dan lahan pertanian. Sementara ini memang tak terdapat dokumen tertulis sejak kapan munculnya kesenian Tabutaan, hanya dari mulut ke mulut dan penuturan  keturunan Bujuk Yami. Belum jelas benar dari keturunan suku mana beliau berasal mungkin juga sudah terjadi percampuran antar budaya. Katanya keturunan beliau peninggalan prasejarah batu kenong raksasa yang ada di kamal dan adat tradisinya juga ada hubugannya dengan prasasti huruf paku di biting Arjasa. Tetapi perlu diketahui faktanya pelaku seni Tabutaan di Desa Kamal saat ini mayoritas dari suku Madura, sehingga butuh penelitian tim ahli terutama sambungan sisi sejarah dan prasejarah dengan fakta yang terjadi disekitarnya.

Sejarah migrasi adalah pendatang dari Madura di Jember bagian utara berdatangan terutama setelah adanya perkebunan swasta di Jember. Migrasi mereka masuk ke wilayah Jember pada pertengahan pertama abad ke sembilan belas. Sisi percampuran kebudayaan di jember, yang jaman dulu masuk wilayah Blambangan merupakan titik temu dari berbagai macam pengaruh, baik pengaruh dari kebudayaan Madura, Jawa, dan Bali, maupun dari kebudayaan asing, seperti Cina, Arab, dan Eropa. Yang terakulturasi dalam bentuk metode komunikasi maupun spiritualitas mereka, tentusaja ada pemangku yang dipercaya meramunya, biasanya sesepuh desa atau pemimpin desa.

Masyarakat Desa Kamal yang kini mayoritas berasal dari Suku Madura biasa mengadakan acara Kadisah semacam bersih desa kalau di jawa , biasanya ada prosesi Tabutaan yang menampilkan penari yang ada di dalam boneka raksasa yang terbuat dari bambu yang dianyam dan diberi pakaian lengkap dengan tangan terikat, berwujud sepasang butah atau raksasa yang diarak keliling desa setiap tahun sekali. Yang menarik lagi doa dan mantranya diucapkan dalam bahasa Jawa kuna, dengan diiringi alat musik dari lesung atau ronjengan yang dipukul , mungkin disana nilai-nilai spiritual dianggap sakral sehingga menjadi lebih penting dibanding nafsu duniawi.

Meskipun nilai-nilai spiritual itu sudah mengalami percampuran efek akulturasi budaya yang penting mampu menjadi kepercayaan bahwa dengan menyelenggarakan ritual bersih desa, apapun keadaan yang sedang  menimpa mereka akan dapat di hadapi kedepannya dengan selamat. Bisa jadi  kesenian Tabutaan pun adalah hasil dari budaya yang telah mengalami akulturasi budaya, terutama pengaruh budaya Banyuwangi jaman blambangan, Arab termasuk doa pada Allah SWT , Jawa  dan Madura yang terpengaruh islam yang meyakini bahwa pada saat bencana melanda secara spiritualitas masyarakatnya harus memohon bantuan dari leluhur dan sang penciptanya. Sebaiknya ada keseriusan pemerintah dalam memfasilitasi penelitian disana , dan masyarakat bisa menunggu sambil terus menerus tetep berproses budaya dengan seni tabutaannya bahkan tidak menutup kemungkinan akan muncul yang baru. fotodocsoni

 

Tidak ada komentar: