Selasa, 15 November 2022

berkesenianlah agar pemikiranmu tidak sakleg

 


 

Sekolah formal seringkali mengukur kecerdasan intelektual seseorang berdasarkan hasil nilai baik pelajaran di sekolahnya dan juga dari hasil tes IQ. Dari kebanyakan ortu justru tidak pernah melihat baat dan minat sang buah hati, bahwa kegiatan yang tidak mengandung kepinteran misalnya matematika , kimia dan hitung-hitungan lainnya  jika nilai nya baik ortu akan bangga. Sebenarnya sudah harus dirubah mindset ortu tentang penilaian anak, sebaiknya harus ada keseimbangan antara kerja otak kiri dan kanan. Otak kanan lebih banyak berperan dalam proses intuitif dan visual, sedangkan otak kiri lebih banyak digunakan untuk berpikir dengan logika. Kedua bagian otak besar berkaitan satu sama lain dan memerlukan stimulasi untuk menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri agar menjalankan fungsinya dengan optimal. Otak kiri dianggap lebih baik untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan logika, bahasa, dan pemikiran analitis. Orang yang dominan menggunakan otak kiri digambarkan sebagai orang yang lebih ahli dalam hal-hal seperti menulis dan membaca, berhitung rumus kimia dan matematika.

Secara garis besar, seseorang berpikir menggunakan otak kiri itu logis dan berimajinasi menggunakan otak kanan untuk berintuisi. Otak kiri memahami hal-hal yang berdasarkan pada fakta, pola, dan bersifat subjektif. Otak kanan itu kreatif, memahami hal-hal dengan visual, perasaan dan nalar, makanya seringkali otak kanan dinilai bersifat objektif. Pemakai otak kiri berbakat dalam hal yang berhubungan dengan bahasa, angka, dan simbol. Namun mereka lemah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan seni dan sosial. Maka dari itu, otak kiri cenderung introvert dan kurang bisa bersosialisasi dengan baik karena susah berkomunikasi dengan hati. Terlalu sakleg.

Jadi sebagai ortu yang baik sebaiknya mulai memberikan keleluasan pengembangan minat bakat anak dalam kreasi seninya , karena disekolahan sudah lebih banyak porsi berpikiran logic nya  agar ada keseimbangan dalam perkembangan wawasan hidupnya kelak dengan permasalahan yang lebih kompleks di masyarakat. Berkesenian sebagai sara penguatan intuisi, baik itu menari, berteater , berpuisi maupun kesenian yang lainnya , sekalian melati bersosialisasi dengan orang banyak. Seperti halnya proses kebudayaan yang menciptakan sebuah peradaban yang memanusiakan manusia karena akan mendorong cipta , karsa dan karya untuk masa datang.

Tidak ada komentar: