Sekolah formal seringkali mengukur kecerdasan intelektual
seseorang berdasarkan hasil nilai baik pelajaran di sekolahnya dan juga dari
hasil tes IQ. Dari kebanyakan ortu justru tidak pernah melihat baat dan minat
sang buah hati, bahwa kegiatan yang tidak mengandung kepinteran misalnya
matematika , kimia dan hitung-hitungan lainnya jika nilai nya baik ortu akan bangga. Sebenarnya
sudah harus dirubah mindset ortu tentang penilaian anak, sebaiknya harus ada
keseimbangan antara kerja otak kiri dan kanan. Otak kanan lebih banyak berperan
dalam proses intuitif dan visual, sedangkan otak kiri lebih banyak digunakan
untuk berpikir dengan logika. Kedua bagian otak besar berkaitan satu sama lain
dan memerlukan stimulasi untuk menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri agar
menjalankan fungsinya dengan optimal. Otak kiri dianggap lebih baik untuk
mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan logika, bahasa, dan pemikiran analitis.
Orang yang dominan menggunakan otak kiri digambarkan sebagai orang yang lebih
ahli dalam hal-hal seperti menulis dan membaca, berhitung rumus kimia dan matematika.
Secara garis besar, seseorang berpikir menggunakan otak kiri
itu logis dan berimajinasi menggunakan otak kanan untuk berintuisi. Otak kiri
memahami hal-hal yang berdasarkan pada fakta, pola, dan bersifat subjektif.
Otak kanan itu kreatif, memahami hal-hal dengan visual, perasaan dan nalar,
makanya seringkali otak kanan dinilai bersifat objektif. Pemakai otak kiri
berbakat dalam hal yang berhubungan dengan bahasa, angka, dan simbol. Namun
mereka lemah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan seni dan sosial. Maka
dari itu, otak kiri cenderung introvert dan kurang bisa bersosialisasi dengan
baik karena susah berkomunikasi dengan hati. Terlalu sakleg.
Jadi sebagai ortu yang baik sebaiknya mulai memberikan
keleluasan pengembangan minat bakat anak dalam kreasi seninya , karena disekolahan
sudah lebih banyak porsi berpikiran logic nya agar ada keseimbangan dalam perkembangan
wawasan hidupnya kelak dengan permasalahan yang lebih kompleks di masyarakat.
Berkesenian sebagai sara penguatan intuisi, baik itu menari, berteater ,
berpuisi maupun kesenian yang lainnya , sekalian melati bersosialisasi dengan
orang banyak. Seperti halnya proses kebudayaan yang menciptakan sebuah peradaban yang memanusiakan manusia karena akan mendorong cipta , karsa dan karya untuk masa datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar