seni tradisi jaranan butho banyuwangen hidup subur di jember
Seni tradisi jaranan juga ada yang betitle Jaranan Buto , jaranan
ini dapat diartikan sebagai kuda lumping raksasa. Keberadaan kesenian Jaranan
Buto tidak terlepas dari cerita rakyat yang melegenda yaitu Menak Jinggo
seorang raja Kerajaan Blambangan. Konon digambarkan kalau Raja Menak Jinggo berperawakan besar dan kekar
bagaikan raksasa . Jaranan buto adalah kesenian tari semacam Raksasa yang
diiringi dengan irama jaranan. Jaranan Buto yang dikenal di jember merupakan tari
tradisional yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi tetapi juga da yang
diadaptasi dari Kabupaten Blitar. Kalau dari Banyuwangi di cerita rakyat
tentang raja blambangan, yang kemudian dikembangkan oleh seniman lokal
banyuwangi yaitu Setro, beliau dikenal orang yang menciptakan tarian Jaranan
Buto yang menggambarkan pertarungan dan perwujudan Minak Jingga sebagai buto
melawan Kebomarcuwet. Jaranan Buto itu banyak berkembang di daerah Banyuwangi
Selatan yang basisnya memang masyarakat Mataraman.
Menurut Setro, cerita
butho-buthoan di Banyuwangi sangat cepat mendapatkan respon dari masyarakat
yang banyak keturunan mataraman . Imajinasi mereka jika buto adalah perwakan
besar dan jahat sehingga sensasi ritmis magis nya dipadu dengan irama jaranan
menjadi kesenian yang bisa menyatu dengan jaranan lainnya. Secara umum jaranan
butho ini memberikan kesan percampuran ide seni tradisi Banyuwangi dan
Trenggalek asal Setro yang kii menetap di Cluring Banyuwangi. Banyuwangi adalah
kota gudangnya para seniman dan tradisi yang masih sangat kuat di kehidupan masyarakatnya,
makanya seni tradisi dapat hidup lestari di sana. Semoga mendatang akan menular
ke Jember, katrena jember juga terdapat bermacam-macam suku bangsa dan seni
budayanya bercampur menjadi kekuatan percampuran seni dengan kebaruannya. Makanya sering di Jember jaranan di mixed dengan campursari, untuk memenuhi permintaan masyarakatnya. Mungkin
begitulah cara masyarakat kita merawat tradisi nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar