Senin, 17 Agustus 2020
Rabu, 05 Agustus 2020
Jumat, 31 Juli 2020
amabilis Indonesia banget
Katakan dengan bunga rupanya kini semenjak dunia dilanda virus pandemi corona ini perempuan-perempuan baik yang muda maupun yang tua dewasa hobi beralih ke perawatan bunga. Apa mungkin karena mereka banyak waktu dirumah sehingga sering bikin bete dan gabut, maka kini akan ada perubahan dengan merawat bunga apapun itu. Salah satunya adalah bunga anggrek, tahukah kalian bahwa keindahan bunga anggrek memang sudah mendunia. Keindahnya menginspirasi lagu pop bahkan dulu sempat populer dimasanya, bunga anggrek dijadikan judul lagu . judul lagu Setangkai anggrek bulan yang dipopulerkan oleh Broery romantika ini merupakan sebuah penghargaan terhadap species asli anggrek Indonesia (phalaenopsis amabilis) Meski banyak jenis anggrek , mungkin pada waktu itu yang tenar adalah anggrek bulan atau biasa disebut amabilis. Inilah lirik lagunya.
Setangkai anggrek bulan ,
Yang hampir gugur layu
Kini segar kembali entah mengapa
Bunga anggrek yang kusayang
Kini tersenym berdendang
Bila engkau berduka
Matahari tak bersinar lagi
Hatiku untukmu hanyalah untukmu
Kuserahkan kudambakan
Dirimu dewiku permata hatiku
Kubayangkan di setiap waktu
Bagai embun pagi hari
Bunga-bunga segar lagi
Berkembang harapan hati
Hari bahagia menanti
Hatiku untukmu
Hanyalah untukmu
Kuserahkan kudambakan
Dirimu dewiku
Permata hatiku
Kubayangkan di setiap waktu
Yang hampir gugur layu
Kini segar kembali entah mengapa
Bunga anggrek yang kusayang
Kini tersenym berdendang
Bila engkau berduka
Matahari tak bersinar lagi
Hatiku untukmu hanyalah untukmu
Kuserahkan kudambakan
Dirimu dewiku permata hatiku
Kubayangkan di setiap waktu
Bagai embun pagi hari
Bunga-bunga segar lagi
Berkembang harapan hati
Hari bahagia menanti
Hatiku untukmu
Hanyalah untukmu
Kuserahkan kudambakan
Dirimu dewiku
Permata hatiku
Kubayangkan di setiap waktu
Bunga anggrek termasuk tanaman langka, itu sebabnya pemerintah membuat undang-undang khusus untuk melindungi anggrek. Dalam Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999, tertulis 29 bunga anggrek yang terbilang spesies langka. Makanya jangan sampai anggrek yang kita miliki menjadi punah dinegeri sendiri, bangganya Indonesia mempunyai kekayaan bunga anggrek yang asli berasal dari tanah air Indonesia.
Jumat, 17 Juli 2020
Rabu, 26 Februari 2020
Orang Jawa punya adat ketika membangun rumahnya
Kebutuhan rumah (papan) merupakan salah satu dari tiga
kebutuhan primer manusia, kebutuhan primer lainnya adalah sandang dan pangan.
Dalam salah satu pepatah mengatakan bahwa Home sweet home atau Rumahku adalah
Istanaku, oleh sebab itu sekiranya perlu memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rezeki. Rumah atau omah dalam bahasa Jawa
mempunyai arti tempat tinggal. Dalam pandangan orang Jawa rumah bukan sekadar
tempat tinggal, bernaung atau berkumpulnya keluarga. Rumah yang juga disebut
wisma merupakan simbol harkat, martabat dan juga kesempurnaan terutama bagi
laki-laki.
Rumah dalam masyarakat Jawa merupakan bangunan yang diumpamakan
pohon dengan bagian-bagiannya yang saling terkait dukung mendukung dan
membutuhkan. Rumah tanpa pendapa bagaikan pohon tanpa batang. Rumah tanpa dapur
diumpamakan rumah tanpa buah, tidak ada yang diharapkan. Rumah tanpa kandang
diumpamakan pohon tanpa daun, tidak bisa untuk berteduh. Rumah tanpa
gapura/tempat berdoa diumpamakan pohon. Rasa syukur ini dalam adat Jawa membangun
rumah di wujudkan dalam bentuk upacara adat munggah molo, salah satu tradisi
Jawa atau tradisi nenek moyang yang dalam era millenium ini menjadi salah satu
khasanah budaya yang ada di nusantara ini.
Tradisi ini dilakukan ketika seseorang dalam proses
membangun rumah, lebih tepat waktunya ketika menaikkan kerangka atap rumah
(Molo) untuk penyangga genteng. Prosesi adat Munggah Molo ini, rincian acara
adat ini dilaksanakan ketika pagi hari dengan berbagai syarat yang tersaji atau
dalam adat jawa disebut sesajen (sesaji) yang semuanya memiliki filosofi
tersendiri di antara sesaji tersebut; Gedhang setandan (pisang yang banyak)
dimaksudkan agar terbinalah kekompakan dan harmonisasi diantara keluarga dan
masyarakat sekitar. Tebu yang di cabut dari pangkalnya bermaksud agar keluarga
beristiqamah dalam melakukan kebaikan layaknya pangkal tebu yang tegak menopang
batang tebu, seuwit Pari (satu ikat padi kuning) dimaksudkan agar keluarga
dapat menggapai kejayaan dan kemakmuran akan tetapi semakin jaya semakin
menunduk (tawadhu') tidak sombong, kelapa melambangkan agar keluarga menjadi
kuat dan dapat bermanfaat untuk sesama (rahmatan lil 'alamin), bendera merah
putih menandakan nasionalisme, koin (uang receh) sebagai modal untuk usaha,
jajan pasar sebagai panjatan rasa syukur.
Disamping itu juga ada pakaian keluarga menandakan keluarga
harus selalu menjaga akhlaqul karimah dengan menutup aurat, kendi , pakumas
(paku warna emas), kayu salam dan daun salam mengharapkan keselamatan dari
Allah SWT, payung agar tuhan semesta alam dapat melindungi dengan rahmat Nya.
Setelah syarat-syarat tersebut sudah ada kemuadian keluarga memanggil tokoh
agama untuk mendo'akan dan memimpin prosesi adat tersebut, dan diakhiri makan
bersama para tukang bangunan dan masyarakat sekitar.
Itulah tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat sekitar jember
bagian selatan seperti ambulu , wuluhan dan di beberapa daerah jember lainnya. Adat
tradisi ini bukan berarti melenceng dari ajaran Islam, sejatinya ini adalah ungkapan rasa syukur
kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAWatas nikmat dan karunianya. Tradisi
ini sebagai wujud nyata akulturasi Jawa dan Islam yang telah ada sejak dahulu.
Semoga tradisi ini selalu dilestarikan dan berlanjut meskipun di era
globalisasidan masa datang. Sehingga tradisi ini masih menjadi milik anak cucu
orang Jawa khususnya dan Nusantara pada umumnya.
Rabu, 19 Februari 2020
ANUGRAH TERINDAH UTUK JEMBER
salah satu perempuan Jember telah membuktikan pada dunia dan nasional bahwa
dia sosok yang ulet dan tidak mudah untuk disepelekan dan dicampakkan
namun kini namamu disanjung dan digemakan seluruh seantero jember
diyakini akan membawa masa depan kota ini diperhitungkan lagi
kamu adalah anugrah terindah untuk masa-masa suhu politik sedang nanas
semoga kau tetap semangat dalam meraih cita-citamu
dan kami sebagai warga jember selalu mendukung langkahmu
majulah perempuan perempuan jember
tunjukan pada Indonesia bahwa sebenarnya engkau mampu
jalanmu semakin terbuka lebar diblantika musik tanah air
hiasilah setiap nada-nada yang mengalun dengan suaramu
kami disini bersaksi kaulah yang menjadi ratunya
kami disini bersaksi kau akan mencapai puncakmu
semoga kamu tidak akan lupa keberkahan yang diberikan Tuhan
semoga lancar jaya
Senin, 17 Februari 2020
JETOS MENDUKUNG CULTURE FIESTA 2020
Era milenial
merupakan era digital, hampir seluruh anak muda terjangkit dengan kebutuhan
gadget di setiap waktunya. Lalu apakah hal ini akan berpengaruh dalam aktifitas
berkesenian para seniman di kabupaten Jember ? Ternyata aktifitas berkesian di
Jember masih terasa eksis . Bahwa perkembangan kesenian di kalangan muda mudi
saat ini nampaknya semakin berkembang dengan pesat dengan di lihat dari
banyaknya kreatifitas yang terlahir dari generasi muda.
Seni secara
universal masuk dalam ranah digital , banyak sekali yang sudah dihasilkan dari
kreatifitas anak muda disini misalnya seni disain, cinematografi dan photografi
serata banyak lainnya. Nah salah satu bidang kesenian yang mulai banyak di
tekuni adalah seni tari. Tarian tak hanya bersifat tradisi atau bentuk turun
temurun saja, namun seiring perkembangan jaman dan pemberitaan dunia yang mulai
meluas, remaja mulai mengenal tari garapan modern. Baik digarap secara
perseorangan atau grup maupun di olah di sanggar-sanggar tari di Jember ini.
“Sanggar
Hastarini merupakan salah satu sanggar yang cukup lama eksis, mungkin sejak
90an atau bahkan jauh sebelumnya . Sanggar ini didirikan untuk meningkatkan
mutu dan perkembangan berkesenian generasi muda dengan mengajarkan berbagai kesenian
tari tradisional.Sungguh penting untuk diapresiasi kiprahnya selama ini.”kata
Iwan Kusuma koordinator WongSeje (wong seni jember). Hal ini mendorong generasi muda supaya lebih
kreatif dalam tari tradisional apalagi dengan kreatifitasnya mampu memadukan
antara tradisional dan tari modern . Maksud mereka semata-mata untuk
melestarikan budaya Indonesia, agar tidak ditinggalkan oleh generasi digital sehingga mereka sengaja dengan tidak
menghilangkan unsur tradisional di dalam tari modern garapannya.
“Pemerintah
daerah Kabupaten Jember saya pikir juga perlu mengapresiasi bakat para generasi
muda pecinta seni dan memberi wadah positif bagi kreatifitas bagi pemuda pemudi
millenial, agar terfasilitasi dalam menyalurkan
bakat dan minat generasi muda terhadap kesenian. Mungkin dengan mensupport event seni dan bantuan untuk sanggar-sanggar
seni sebagai sarana untuk mengetahui kreatifitas dan kemampuan berkesenian
karena disanalah anak akan menemukan tempat berinteraksi dan menambah wawasan
tentang kesenian. Bahkan mampu juga mengharumkan nama Jember dalam kancah arena
pertunjukkan seni regional maupun nasional,”pungkas Cak Ndut ,panggilan akrab
Iwan Kusuma.
Dukungan
pihak swasta untuk memfasilitasi event CULTURE FIESTA “Menyatukan seni tradisi
dan modern di era millenal” pada bulan maret 2020 yang akan datang oleh sanggar
Hastarini ikut berpartisipasi adalah pihak management JETOS merupakan awalan
yang baik.
Kamis, 28 November 2019
Sejarah biara budur Candi Borobudur
Pertama kali Candi Borobudur ditemukan pada sekitar tiga
ratus tahun lampau,tempat ini masih berupa hutan belukar, oleh penduduk sekitar disebut Redi Borobudur.
Nama Borobudur ditemukan dari naskah Negara kertagama karya Mpu Prapanca pada
tahun1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad
TanahJawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap
Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman
mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari
Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang
ksatria yang terkurung dalam sangkar.
Pada tahun 1814, Thomas StamfordRaffles mendapat berita dari
bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir.
Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan
sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan
dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran
dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan
tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.
Borobudur ketika ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa
ahli mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingii rawa kemudian terpendam
karena letusan gunung Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta
bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan
sebagai lahar Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.
Desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat
aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu Kendil merupakan
tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei 2006
lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi
tersebut masih dapat dikunjungi.
Bahan batu vulkanik dari gunung-gunung batuan tua dapat dipastikan
bahwa batu-batu bangunan candi Borobudur itu berasal, mungkin karena Pulau Jawa
terletak di Cincin Api Sirkum Pasifik membuat lokasi Borobudur dipilih atas
dasar disamping kecukupan bahan material juga terhadap penghormatan manusia
jaman itu pada gunung. Candi Borobudur letak lokasinya dikelilingi oleh empat
gunung api, yakni Merapi, Sindoro, Merbabu dan Sumbing. candi ini didirikan
oleh Raja Samaratungga. Arsitektur bangunan ialah Gunadharma. Proses
pembangunan dimulai sekitar 824 M dan baru selesai saat putrinya Ratu
Pramudawardhani naik tahta. Pembangunan ditaksir memakan waktu setengah abad.
Masa pembangunan Borobudur pada masa keemasan Dinasti
Syailendra pada 750 – 850 M didasarkan bangunan
dasar candi, yang memiliki gaya huruf yang sama dengan prasasti-prasasti di era
Dinasti Syailendra. Pada jaman itu tingkat pengajaran agama hindu pada mataram
kuno, Candi Borobudur, salah satu peninggalan Dinasti Syailendra. Mataram Kuno
atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya
dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti
Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan pada tahun 732.
Ide desain candi ini diduga kuat menggabungkan ide Gunung
Meru, didasarkan pada bentuk geometris dari bangunan tersebut yang menyerupai
piramida. Tentu ide Gunung Meru bukanlah monopoli Hindu. Budha juga memiliki
konsepsi itu. Sementara itu, bicara fenomena sinkretisme keyakinan populer di
atara kedua tradisi itu tampaknya juga jamak terjadi. Meru ialah simbolisasi
gunung suci. Juga simbolisasi gunung kosmis di bumi, pusat jagat raya. Secara
simbolis, karena lokasinya tinggi maka keberadaan gunung sering
direpresentasikan sebagai lokus singgasana para mahkluk suci para dewa dan
leluhur. Istilah Meru merupakan pemujaan Dewa Shiva dalam ajaran Hindu, yang
mawujud sebagai Dewa Bumi atau Girisa sang Penguasa Gunung. Makna “Penguasa
Gunung” inilah yang menjadi kata kunci penting untuk digarisbawahi. Dan
barangkali, pembacaan historiografi Denys Lombard jadi signifikan memberi
artikulasi makna dari pembangunan Borobudur.
Teori lain ialah tafsiran JG de Casparis. Prasasti Karang
Tengah (824 M). Menurut informasinya anugerah tanah bebas pajak oleh Cri
Kahulunan Pramudawardhani untuk memelihara 'kamulan' yang disebut
'bhumisambharabhudhara'. Istilah 'kamulan' berasal dari kata ‘mula’ yang
berarti asal muasal, bangunan suci. Sedang kata 'bhumi sambhara bhudhara' yang
berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya ialah 'bukit himpunan kebajikan
sepuluh tingkatan Boddhisattwa'. Perkirakan
nama itu berasal dari kata ,'bhumisambharabhudhara' adalah nama asli candi itu.
Namun dalam perjalanannya, istilah itu secara diakronis berubah menjadi
Borobudur disebabkan penyederhanaan ke dalam bahasa lisan oleh masyarakat lokal
setempat.
Borobudur kesohor dan menarik perhatian dunia berkat tulisan
The History of Java” (1817) karya Sir Thomas Stamford Raffles. Pada 1814,
Raflles mendapat info tentang adanya bukit yang dipenuhi batu-batu berukir.
Raffles mendapatkan nama 'Borobudur' dari masyarakat lokal sekitar selatan
candi itu, sebuah desa yang saat itu bernama Bumisegoro. Membagi istilah
Borobudur menjadi dua kata, yaitu 'boro' dan 'budur'. 'Boro' dapat ditafsirkan
sebagai sebuah biara, sedangkan 'budur' adalah merujuk nama lokasi. Borobudur
bisa diartikan 'Biara di Budur' halini menurut tafsir Poerbatjaraka. Tafsiran
ini selaras dengan manuskrip Jawa Kuno, Negarakertagama (1365) Mpu Prapanca,
dalam kitab inii ditemukan istilah ‘budur’ untuk merujuk pada adanya sebuah
tempat perlindungan bagi pemeluk Budha.
Candi Borobudur murni dibangun oleh orang-orang arsitektur Jawa
Indonesia, dalam Historigrafi Perancis
Denys Lombard , Le Carrefour Javanais (1996) juga mencatat, sekalipun
relief-relief Borobudur jelas tidak dapat ditafsirkan tanpa merujuk pada
risalah-risalah India mengenai Mahayana, kenyataannya di India tidak dikenal bangunan
seperti candi ini. Benar bahwa desain arsitekturnya ide Stupa candi mengikuti
pembagian kosmologi Budha-Mahayana. Bagian kaki candi yaitu 'kamadhatu'. Pada
bagian ini menggambarkan tingkat kesadaran rohani manusia yang masih terikat
pada berbagai keinginan duniawi. Bagian badan candi yaitu 'rupadhatu' yang
melukiskan kesadaran rohani manusia yang mulai meninggalkan keinginan duniawai,
namun masih terikat pada konsepsi nama dan rupa. Sedangkan yang terakhir ialah
bagian kepala candi, yaitu 'arupadhatu'. Yakni, bagian yang mengilustrasikan
kesadaran manusia yang telah mengalami pencerahan rohani sepenuhnya, tak lagi
terikat pada nama dan rupa. Dalam Le Carrefour Javanais khususnya Buku Ketiga,
Lombard mengungkapkan, orang Jawa Kuno menyembah gunung-gunung api tertentu.
Seperti orang Bali yang memuja Gunung Agung dan orang Tengger memuja kawah
Gunung Bromo. Pada pemujaan kuno itu masuklah konsep Gunung Meru, baik yang
bersifat Hindu maupun Budha. Lebih jauh, terdapat konsepsi maharaja terkait
pada poros itu dan dianggap sebagai “Penguasa Gunung” seperti Dewa Shiva di
India. Borobudur merupakan perwujudan Meru yang indah sebagai tempatnya para
orang-orang suci.
Lombard memaparkan lebih jauh. Dari abad ke-11 dalam kakawin
Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa tercatat adanya ritual pemujaan Raja Airlangga
kepada Dewa Gunung, Indraparwata. Dalam Kakawin Nagarakertagama dari abad ke-14
juga diceritakan bagaimana Mpu Prapanca memohon perlindungan pada Parwanatha
(penguasa gunung), yang tiada lain ialah Raja Hayam Wuruk. Tak kecuali Mpu
Tantular dalam karyanya Kakawin Sutasoma, juga dari abad ke-14, tercatat
berbuat serupa, yakni mempersembahkan satu gubahan susastra pada Girinatha
(Raja Gunung).
Lombard mengatakan, folklor pemindahan Gunung Meru dari
India ke Jawa. Masih dari abad ke-14, kitab Tantu Panggelaran kisah penciptaan
manusia dan sekaligus penataan Pulau Jawa oleh para dewa. Gunung Penanggungan
di Jawa Timur pernah dianggap sebagai gunung kosmis sekaligus Gunung Meru yang berasal dari India itu. Juga
disebutkan perwujudan gunung kosmis yang lain terdapat di dekat Blitar, tempat
raja-raja Majapahit membangun Candi Panataran. Sementara itu dari dunia wayang,
Lombard menggarisbawahi ritus pemujaan pada gunung api yang terungkap pada
simbolik 'kayon' atau 'gunungan'. Kayon atau gunungan secara simbolik berfungsi
membuka dan menutup sebuah babak kisah (tancep kayon), juga secara simbolik
melukiskan panorama alam semesta dengan segala isinya.
Bentuk Borobudur merupakan stilistika gunung api menjadi
“gunung batu” sebagai perwujudan simbolik dari Gunung Meru, namun sekaligus
juga perwujudan ide perihal stupa ukuran besar. Bermaksud memadukan ajaran puja
bakti Budha-Mahayana dan pemuliaan terhadap leluhur Syailendra sebagai dewaraja
adalah spirit di balik konsep estetis dari model arsitektural Borobudur.
Artinya, bicara aspek tujuan dan makna pembangunan
Borobudur, secara hipotetis dapat disimpulkan bahwa selain merupakan bentuk
pengejawantahan dari doktrin Budha-Mahayana, bukan mustahil maksud dibangunnya
monumen ini ialah sebagai upaya membuat stilisasi gunung api secara simbolik
dan ornamental ke dalam bentuk candi sebagai tempat pemuliaan akan leluhur
Wangsa Syailendera. Tafsiran ini relevan dengan istilah Syailendra, yang
bermakna 'Yang Dipertuan dari Gunung'. Arsitektural ini mengekspresikan adanya
kesatuan geokultural yang khas Indonesia.
Jumat, 22 November 2019
Jinggo Pratama mengisi Kesenian Remo dalam Panggung Festival HAM 2019
Panggung kesenian yang ada di alun-alun kota jember malam ini adalah gelaran seni oleh para seniman Jember. Pertama dihentakkan oleh alunan musik perkusi yang
berkolaborasi dengan hadrah dan kendang menjadi Hadrol yang kini menjadi musik perkusi
khas Jember. Para hadirin yang hadir nampak terpukau dan berupaya merekam
suguhan seni hadrol ini, setelah alunan hadrol mereka memberikan aplaus yang
meriah. Mungkin dengan dihadirkannya sajian kesenian malam ini mampu membikin
fresh sekaligus menghilangkan kepenatan para peserta Festival HAM dari lima
belas negara, dengan padatnya jadwal acara sehingga menguras tenaga dan pikiran
mereka.
Berikutnya hadir pula seni Remo merupakan kesenian
tradisional khas Jawa Timuran . Seni Remo merupakan partisipasi dari , Jinggo Pratama komunitas masyarakat kesenian
Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan mewarnai
acara pentas seni Festival HAM. Mereka merupakan seniman-seniman yang sudah
lanjut usia, dan memang mendedikasikan dirinya untuk seni tradisi agar tidak
punah dan tidak dikenali lagi oleh generasi sekarang ini. “Saya sudah hampir 60
tahun dan selama 40 tahun yang berkesenian. Supaya apa ? supaya seni
tradisional ini tidak hilang,”kata Bu Sarten pimpinan grup seni tradisi Jinggo
Pratama. Dan pernyataan yang jujur ini mendapatkan tepuk tangan dari para
hadirin yang menyaksikan acara ini.
Sudah sejak kemarin berlangsung rangkaian acara festival Hak
Asasi Manusia (HAM) di Kabupaten Jember 2019 , mulai dari seminar sampai pada
pleno . Festival HAM 2019 di Jember ini berhasil, sebuah pernyataan dari Ketua
Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik . Taufan memberi acungan jempol atas kerja
pemerintah Jember sebagai tuan rumah Festival HAM internasional. “Jember It’s
amazing, Jember luar biasa sekali, karena festival ini bisa terlaksana dengan
baik dan itu karena juga mendapat dukungan dari seluruh masyarakatnya. Hidup
Jember...hidup Jember,”begitu ucapnya ketika memberi sambutan pada acara pentas
seni di Alun-alun Jember. “Semoga kita semua bisa dipertemukan kembali di
festival yang sama ditahun depan di Banjarmasin, sekali lagi terimakasih untuk Jember sebagai tuan rumah Festival HAM
2019,”tandas Taufan.
Langganan:
Postingan (Atom)